Ada yang bilang jarak itu perusak hubungan, apa iya benar?

 

Beberapa minggu lalu, ada salah satu guru Bahasa Indonesia online favorit-ku menikah setelah menjalani LDR yang cukup lama, siapa dia? Dia adalah teh Irin.

 

Melihat teh Irin, aku jadi sadar. Yang merusak hubungan bukanlah jarak antara raga, melainkan jarak antara hati. Karena sejauh apapun jarak antara raganya, kalau hatinya sudah pasti, suatu hubungan tidak akan berhenti. Begitu juga sebaliknya, sedekat apapun jarak antara raganya, kalau hatinya tidak bersedia, hubungan itu tidak akan bahagia.

 

Mau jaraknya dekat, mau jaraknya jauh, komunikasi tetap nomor satu. Jika kita bisa menjaga komunikasi, tentu tidak akan ada hati yang tiba-tiba pergi.


Bekasi, 21 Oktober 2020



Berkali-kali ada rasa, berkali-kali juga rasa itu selalu berlabuh di dirimu. Nyaman sudah menjadi teman setia ketika aku bersamamu.


Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, kemudian kita mulai saling bertukar tawa, sambil diselingi tatapan mata yang (mungkin) disengaja, hingga akhirnya dari sana perlahan timbul-lah sebuah rasa.


Rasa yang sangat multitafsir, hingga aku sendiri dibuat bingung dengan rasa itu.


Seiring waktu, bukannya kita semakin dekat, kita perlahan malah saling menjauh. Bukan, bukan karena kita saling tak acuh, melainkan kita terhalang oleh diri kita sendiri yang terlampau ripuh.


Sesekali kita saling bertukar sapa atau mungkin lebih tepatnya aku yang rajin membalas ceritamu. Tujuannya sangat remeh, hanya sekadar untuk mengetahui bahwa kamu masih ingat kepadaku.


"Segera jujur" katanya, tapi jujur itu tidak semudah katanya, apalagi perihal perasaan. Bukan tidak berani mengungkapkan, hanya takut kalau nanti semuanya akan berujung kehilangan.


Pada akhirnya rasa ini tetap akan berjalan di tempat dan akan setia untuk menunggu waktu yang tepat.


Bekasi, 13 Oktober 2020