di tengah derasnya hujan,

ada beberapa yang memilih

untuk menjelma bersamanya.

 

ada yang berharap hujan bisa

menyembunyikan air matanya,

ada juga yang berharap hujan bisa

membantunya menjemput bahagia.

 

Jakarta, 23 Desember 2019



Jam menunjukkan pukul 22.18 saat aku menulis tulisan ini. Sedari tadi, aku duduk di samping kakekku yang sedang tertidur pulas di atas kasur rumah sakit. Baru beberapa jam yang lalu aku diberitahu bahwa dia mengidap demensia, atau apa itu, aku juga kurang paham. Yang jelas, ibuku berkata bahwa kakekku lupa dengan kejadian di masa sekarang, dan lebih mengingat kejadian di masa lampau. Mendengar itu membuatku menjadi mengerti, mengapa selama ini dia selalu bercerita tentang masa lalunya.
Baru beberapa menit yang lalu dia kembali bercerita tentang masa lalunya, yang bahkan aku sendiri sudah khatam dengannya. Tapi ada satu hal yang baru aku sadari, senyumnya. Setiap kali dia bercerita, selalu ada senyum yang terlukis di wajahnya, seolah-olah dia sangat senang ketika aku mendengarkan ceritanya.
Setiap kali dia cerita, memang aku selalu antusias mendengarkannya, walau seperti yang sudah kubilang, aku sudah khatam dengan cerita-ceritanya. Sebenarnya, jujur, aku terkadang bosan dengan ceritanya. Tapi melihatnya tersenyum, aku berusaha untuk selalu antusias mendengarkannya.
Dari sana aku paham, bahwa terkadang ada manusia yang hanya ingin didengar ceritanya, tanpa harus ditanggapi, tanpa harus dinasihati. Karena mungkin ketika kita mendengar ceritanya, dia merasa seperti memiliki tempat berlabuh, memiliki tempat mengeluh, tanpa harus dikomentari ini dan itu.
Jadi, jika ada seseorang yang ingin menumpahkan ceritanya kepada kalian, coba biarkan ceritanya mengalir, biarkan kesedihannya mengalir, biarkan segala sesuatu yang sudah lama dia pendam mengalir, agar hatinya lega, agar hatinya bisa kembali bekerja dengan semestinya. Karena selayaknya tubuh yang bisa lelah, hati pun juga sama, perlu diberi kesempatan untuk sekadar membuang beban yang sudah lama menumpuk dalam dada, mungkin salah satunya dengan bercerita.

Bekasi, 27 Oktober 2019

  


apa masih betah?

apa tidak lelah?

hidup dalam kata seolah-olah.


seolah-olah kuat,

padahal hati sedang retak.

seolah-olah hebat,

padahal hati baru kalah telak.

seolah-olah bahagia,

padahal raga sedang payah.

seolah-olah ceria,

padahal raga sedang gundah.


sila menangis,

jika itu membuat lega.

sila menangis,

karena kita manusia.


menangislah!

sebelum menangis itu dilarang.


Jakarta, 13 September 2019



Kita semua pasti pernah kalah, pernah nyerah, pernah marah, pernah lelah, pernah patah, tapi namanya hidup kadang diatas kadang dibawah.

Terbesit dalam benak "Berdoa sudah, berusaha sudah, tapi kok tetep aja gagal ya". Selalu ada faktor kenapa kita bisa gagal, mungkin karena usahanya tidak maksimal, mungkin karena kita hanya berdoa ketika dalam kondisi susah (sedangkan ketika dalam kondisi sebaliknya kita malah menjauh dari Sang Pencipta), atau mungkin usaha dan doa kita sudah terkabul, tapi dalam wujud yang lain.

Kita lebih sering berfokus pada satu musibah, tapi tidak pernah melihat berapa banyak nikmat yang telah kita terima. Ingat, Sang Pencipta akan selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.

Sedih wajar, tapi jika berlarut-larut dalam kesedihan itu tidak benar. Tidak ada yang sia-sia dari setiap usaha. Karena Sang Pencipta selalu punya rencana yang indah bagi setiap hamba-Nya. Selalu berdoa, selalu berusaha, dan tetap istiqomah, Insyaallah semua akan menjadi mudah.

Bogor, 10 Juli 2019

 


Sampai jumpa lagi ya,

Masih banyak kata yang belum terucap,

Dan rasa yang belum terungkap.

 

Terima kasih @30haribercerita,

Karena telah menciptakan sebuah wadah,

Untuk kata yang telah lama menginap.

 

Dan terima kasih untuk kalian,

Karena sudah membaca seluruh pesan

Yang telah kukirimkan.

 

Dan kembali terima kasih

Untuk kalian semua yang telah mencurahkan isi hati,

Karena kalian selalu memberiku banyak inspirasi.

 

Mohon maaf jika tulisanku tidak menarik,

Karena aku manusia yang dapat kalian kritik,

Agar tulisanku semakin lebih baik.

 

Dan sekali lagi,

Mohon maaf,

Terima kasih,

Dan sampai jumpa.


Bekasi, 30 Januari 2019

Sumber: Instagram @fcporto 


Satu kutipan dari om Iker Casillas

"Being a good person is like being a goalkeeper. No matter how many goals you save, some people will only remember the one you missed."

 

Ya, kira-kira seperti itulah.


Bekasi, 29 Januari 2019


Sebenarnya yang dibutuhkan manusia itu apa sih? Liburan? atau Hiburan? Keduanya hampir sama, dan hanya dibedakan dari huruf depannya saja.

"Akhirnya liburan", kira-kira begitulah eksperesi kebanyakan manusia ketika memasuki masa liburan. Tapi entah mengapa, aku merasa ada yang mengganjal, apa benar liburan adalah hal yang kita butuhkan?

Aku rasa bukan (hanya) itu yang kita butuhkan, kita butuh lebih dari sekadar liburan, kita butuh sebuah hiburan. Liburan akan terasa hampa tanpa hiburan, bukan hiburan yang sementara, tapi sebuah hiburan yang nyata, mungkin salah satunya adalah dengan bertukar cerita.

Bukankah kita menunggu liburan untuk melepas semua penat? Untuk melepas semua beban? Koreksi saja jika aku salah.

Hiburan yang kita tahu itu seperti bermain game, nonton film, bermalas-malasan di kasur (mungkin), dan banyak lagi. Memang itu benar, karena menurut KBBI hiburan adalah sesuatu atau perbuatan yang dapat menghibur hati (melupakan kesedihan dan sebagainya). Hal-hal yang tadi aku sebutkan memang bisa menjadi sesuatu yang dapat melupakan kesedihan, tapi (mungkin) hanya sesaat, kadang kesedihan itu datang kembali, tanpa ada alasan apapun.

Memang banyak cara untuk melepas penat dan beban, masing-masing manusia memiliki caranya sendiri. Tapi aku yakin, ada satu hal yang kita semua inginkan, yaitu teman cerita.

Karena sejatinya manusia butuh teman untuk berbagi cerita. Iya, butuh tempat untuk saling berbagi. Kebanyakan dari kita hanya ingin berbicara, tanpa ingin mendengarkan. Padahal belum tentu yang mendengarkan tidak pernah merasakan apa yang dirasakan si pembicara. Bisa jadi mereka punya masalah yang sama.

Jadi, mulailah bertukar cerita jika ada masalah, tidak harus diumbar di sosial media, tapi coba ceritakan kepada dia yang kamu percaya. Tapi jangan lupa untuk mendengarkan juga, karena bisa jadi dia juga sedang dalam masalah yang sama.

Jakarta, 28 Januari 2019

 


Pernah denger cerita dari salah satu guru tentang seorang driver ojek online. Sebenarnya agak-agak lupa, tapi insya Allah gak ada yang diubah-ubah dari inti ceritanya.

 

Jadi, suatu hari ada seorang driver ojek online yang pergi menemui Sang Pencipta. Sama seperti pada umumnya, dia dikubur dengan semestinya. Tapi ada satu hal yang membuat banyak orang bertanya-tanya.

 

Ketika sang driver ojek online telah menemui Sang Pencipta, ada seorang anak kecil yang datang dan bertanya, "Bapak ini kemana?". Salah satu dari mereka ada yang menjawab, dan menjelaskan perihal kepergian sang bapak tersebut. Sang anak kecil tersebut menangis, dan membuat semua orang yang berada di sana bertanya-tanya. "Mengapa anak kecil tersebut menangis?".

 

Anak kecil itu pun angkat suara, "Dulu, ketika bapak itu masih hidup, saya selalu diberi makanan olehnya".

 

Ya kira-kira seperti itu inti ceritanya, dan itu kisah nyata, bukan cerita khayal.

 

Yang mau aku ingatkan adalah, harta yang paling berharga adalah harta yang kita berikan untuk orang lain. Jadi jangan takut miskin karena berbuat baik, karena harta tidak akan menjadi sedikit walaupun kita banyak bersedekah. Justru itu menjadi tabungan kita untuk di hari akhir nanti.

 

"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

 

Teruslah berbuat baik, karena kita tidak tahu, perbuatan baik manakah yang akan diterima di sisi-Nya. Dan jangan pernah mengungkit perbuatan baik kita, karena itu bisa menjadikan perbuatan baik kita sia-sia.


Bekasi, 27 Januari 2019

 


Dari dulu pengen gitu punya piala banyak, tapi apa daya, orangnya pemalu, dan gak terlalu aktif, jadi lebih sering buat diem.

 

Suatu hari salah satu guru TIK di SD ngadain seleksi buat ikut lomba TIK se-Kecamatan. Karena seleksinya ada di setiap kelas, jadi gak ada alasan buat gak ikut seleksi.

 

Mungkin karena dasarnya doyan ngoprek komputer, jadi dengan gampangnya lolos seleksinya (ceritanya sombong). Dari kecil emang hobi banget main komputer, tapi bukan main game, lebih ke utak-atik software gitu, kayak nulis-nulis di Ms. Word, bikin tabel di Ms. Excel, bikin slideshow di Ms. PowerPoint, bikin peta-petaan di Ms. Visio, dll. Karena materi seleksinya udah kayak makanan sehari-hari, jadi gampang deh buat ngerjainnya.

 

Alhasil, ikut lomba untuk pertama kalinya dan lomba ini se-Kecematan. Untuk lombanya sendiri sih sebenernya gak susah, tapi mungkin karena baru pertama kali ikut lomba, jadi gugup aja gitu. Lombanya juga gak berlangsung lama, paling 5 menit, terus kelar. Karena lombanya yang singkat, guru-guru nyuruh kita buat pulang cepet, tapi karena ini lomba pertamaku, aku memilih buat gak pulang, dan nunggu sampai pengumuman para pemenang.

 

Urutan ketiga lewat gak disebut, urutan kedua juga sama, dan di ururtan pertama, ternyata namaku disebut, sempet kaget sih, karena ini lomba pertama. Senengnya bukan main, kayak gimana gitu, gila, akhirnya nih punya piala. Soalnya kalo ada pertanyaan tentang prestasi yang pernah dicapai, aku cuma nulis "Juara 2 Lomba Futsal se-RW".

 

Kebetulan yang menang dari lomba itu bakal dikirim ke tingkat Bekasi, dan di Bekasi, Alhamdulillah, dapet juara dua, ya karena materinya juga udah mulai susah sih. Dan dari lomba itu, untuk pertama kalinya aku dapet duit, wagelaseh.

 

Setelah se-Bekasi, aku ikut lomba lagi di tingkat yang lebih atas gitu, se-Jabodetabek Banten. Alhamdulillah, aku berhasil juara kedua, walaupun software yang dipakai buat lomba beda dari biasanya, bukan Ms. Word dkk, tapi aku bisa atasi, ya walaupun sedikit kagok gitu.

 

Walaupun piala yang aku miliki gak banyak, tapi aku seneng karena dapet pengalaman yang luar biasa.


Bekasi, 26 Januari 2019

 


Siapa aku?

 

Nama: Daffa Farras Dienputra

Alamat: Masih sama kayak alamat orang tua

Umur: Masih muda, belum tua

Cita-cita: Masuk surga

Hobi: Main hujan-hujanan

No. Telp: 500-505

Agama: Islam 100%

MaFav: Semua masakan my eomma

MiFav: Teh borol S*sro

Empat kali empat enam belas, sempat tidak sempat harus dibalas.

 

Sekiranya seperti itu, masa kecilku. Dulu ketika kecil saling simpan biodata, beda sama sekarang, boro-boro biodata, nomor kontak saja (kadang) gak saling punya, kalo lagi butuh paling dm via Instagram, mentok-mentok free call Line.

 

Zaman boleh berkembang, tapi pertemanan jangan sampai tumbang.


Bekasi, 25 Januari 2019



Lampu merah. Kebanyakan dari kita menyebut lampu tersebut dengan sebutan merah, padahal jelas-jelas lampu itu memiliki tiga warna.

Mungkin itu bisa menjadi satu bukti, bahwa kita cenderung lebih mudah ingat dengan hal-hal yang membuat kita kesal. Bener gak?

Hampir semua dari kita suka merasa bosan ketika menghadapi lampu lalu lintas yang sedang bewarna merah, bawaannya pasti mau jalan terus, apalagi kalo lagi buru-buru.
Bisa jadi itu memang kebiasaan kita mengingat hal-hal yang membuat kita kesal. Tapi kebiasaan bisa diubah kok

"Satu kesalahan menutupi seribu kebaikan". Pernah denger bukan? Iya, kadang kita sebagai manusia sering mengungkit satu kesalahan dari saudara kita, padahal sudah banyak kebaikan juga yang dia lakukan untuk kita.

Selalu melihat manusia dari sisi kesalahannya, tapi tidak pernah melihat dari sisi kebaikannya
Kita sebagai manusia yang mendapati saudaranya bersalah, tolong beri nasihat, beri tahu kesalahannya. Jangan malah dikucilkan, dan dibiarkan larut dalam kesalahannya.

Dan kita sebagai manusia yang berbuat salah, tolong sadar, dan segera bertaubat. Jangan malah berbangga diri karena melakukan sebuah kesalahan, jangan malah mengabaikan mereka yang telah memberi nasihat.

Karena kesalahan ada untuk direnungi dan diperbaiki. Bukan untuk diratapi.

Syaikh al-Albani -rahimahullah- berkata, “Semua manusia bersalah, ia tidak bisa berlepas diri dari kesalahan, karena Allah tatkala menciptakan malaikat dan menciptakan manusia, maka Allah telah menggariskan terhadap manusia bahwasanya mereka bersalah, bagaimanapun juga…, seorang manusia tidak akan terlepaskan dari dosa, kenapa?, karena ia seorang manusia dan bukan malaikat” (Maussu’ah Al-Albaani fi al-‘Aqiidah 2/156)


Jakarta, 24 Januari 2019

Bumi itu luaskan. Jadi, apakah masih pantas kita menyombongkan diri kita?

Lucu, kita melihat orang yang merasa dirinya itu sempurna. Merasa dirinya bisa melakukan semua hal, padahal tujuan awalnya hanya karena dia ingin dipuji.

Sebenarnya ketika kita menyombongkan diri, kita dapat menghasilkan apa sih? Bukankah bumi ini hanya tempat persinggahan kita?

Jadi, ketika melakukan hal baik, tolong lakukan dengan ikhlas, dan jangan pernah mengungkit kebaikan itu.

Dan jika kita diberi pertolongan, tolong jangan lupakan, agar tidak banyak orang egois di bumi ini.
Karena semua itu bermula dari diri kita sendiri. Karena masing-masing dari kita selalu enggan untuk menolong, padahal pernah ditolong. Enggan untuk berterima kasih, padahal sering diberi kasih. Enggan untuk meminta maaf, padahal sering berbuat khilaf.

"Menjauh dari kata "maaf", "terima kasih", dan "tolong" jadi cara instan untuk memberi makan ego." (NKCTHI - Marchella FP)

Jakarta, 23 Januari 2019



Gagal? Siapa sih yang gak pernah gagal, semua pasti kan butuh proses, dan setiap proses butuh rencana agar bisa berhasil mencapai kesuksesannya. Jika dalam hidup belum pernah gagal, berarti dia tidak pernah berusaha dalam hidupnya.

Gagal itu banyak lho, bukan hanya untuk perkara yang besar. Misal, kita punya rencana buat lari pagi, tapi selalu telat bangun pagi, itu juga disebut kegagalan. Misal lagi, kita punya rencana untuk mandi pagi setiap waktu liburan, tapi kita gagal karena tergoda dengan belaian kasur, itu juga disebut kegagalan.

Mengulang bukan berarti gagal, tapi itu adalah cara agar kita bisa belajar dari kesalahan. Jadi jika gagal, ya jangan putus asa, mungkin cara kita yang salah, atau mungkin kita belum maksimal dalam berusaha.

Untuk menjadi sukses itu harus dimulai dari kesuksesan yang terkecil, jadi jangan meremehkan sesuatu hal yang kecil.


Jakarta, 22 Januari 2019

 


Berhubung kemarin ada acara, jadi belum sempat bercerita. Dan mungkin cerita ini tentang acara kemarin.

 

Acara ini merupakan kolaborasi dari 5 komunitas, yaitu Pecandu Buku, Blogger Jakarta, Kelas Inspirasi Jakarta, Bicara Baik, dan Initiatives of Chance Indonesia.

 

Alhamdulillah acara #MulaiKebaikan2019 berjalan lancar, walau ada beberapa kendala, tapi para relawan tetap berusaha untuk memperbaikinya. Namanya juga pertama kali, jadi wajarlah, setidaknya sudah berusaha.

 

Para pengisi acara juga sangat menginspirasi, tapi ada satu pesan yang sangat membekas di otak, yaitu satu kalimat yang muncul di slideshownya mba Glenys Octania, "Sosial media itu kayak cinta, bikin nagih, bikin lupa dunia."

 

Oh iya, ada satu lagi pelajaran yang aku ambil dari salah satu pengisi acara, yaitu bagaimana caranya agar bisa menjadi public speaker yang baik. Ada 4 bagian yang harus kita perhatikan, yaitu suara, pernapasan, gestur, dan kontak mata.

 

Keempat itu adalah bagian yang harus kita perhatikan. Suara kita harus terlihat meyakinkan, pernapasan kita pun harus dari diafragma agar terlihat percaya diri, gestur kita harus lebih bebas dan jangan malu-malu, dan yang terakhir kontak mata, usahakan agar kita berinteraksi dengan para pendengar. Itu sih yang bisa aku ambil dari penjelasan kak Stefani Ginting.


Jakarta, 20 Januari 2019


Penulis: Adhitya Mulya

Penerbit: Gagasmedia

Tahun terbit: 2016


Sabtu Bersama Bapak mengisahkan seorang bapak yang telah menyiapkan banyak pesan sebelum kepergiannya. Karenanya, novel ini menjadi sangat sarat makna. Walaupun begitu, Kang Adhitya Mulya tentu tidak kehilangan sentuhan komedinya. Dia tetap menyelipkan banyak komedi di setiap ceritanya.

 

"...Membangun sebuah hubungan itu butuh dua orang yang solid. Yang sama-sama kuat. Bukan yang saling mengisi kelemahan. Karena untuk menjadi kuat, adalah tanggung jawab masing-masing orang. Bukan tanggung jawab orang lain." (Halaman 217).

 

"Laki, atau perempuan yang baik itu, gak bikin pasangannya cemburu. Laki, atau perempuan yang baik itu... bikin orang lain cemburu sama pasangannya." (Halaman 227-228)

 

"Anak-anak kita, bukan pengorbanan saya. Mereka, pemberian." (Halaman 234)

 

Cerita ini bukan hanya tentang bagaimana mencari cinta, tapi tentang bagaimana cara untuk memprioritaskan keluarga.

 

Bekasi, 20 Januari 2019

 


"Harap tenang, ini ujian". Sebuah kalimat sederhana, tapi sangat bermakna. Ya, kalimat yang sempat viral ini memang mengandung pesan untuk kita semua.

 

Banyak dari kita ketika tertimpa musibah sangat mudah untuk berputus asa, padahal mengapa kita harus berputus asa, kan Allah bersama kita.

 

Harap tenang, ini ujian. Ya, ini semua ujian. Jika merasa ada yang mengganjal di hidup ini, tolong introspeksi diri, jangan malah sembunyi, apalagi berharap untuk segera bisa mengakhiri hidup ini. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya.

 

Coba merenung sejenak, apa kita pernah berbuat salah? Pernah tidak memenuhi kewajiban kita? Pernah melanggar hak saudara kita? Atau apapun itu, coba renungkan. Jika memang ada salah, segeralah meminta maaf, dan perbaiki kesalahan itu.

 

"...dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah..." (QS. Yusuf : 87)


Bekasi, 18 Januari 2019


Pernah nemu makanan yang enak banget? Yang bikin nagih? Gak mungkin sih kalo gak pernah nemu. Tapi makanan itu bakalan sia-sia kalo gak dimulai dengan Bismillah. Kenapa?

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sungguh, setan menghalalkan makanan yang tidak disebutkan nama Allah padanya...” (HR. Abu Daud)

 

Lantas bagaimana jika lupa? Tenang, ada solusinya kok.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi)

 

Kadang banyak dari kita suka terburu untuk menyantap makanan yang ada dihadapan kita, padahal kita sendiri sudah tahu bahwa itu rezeki dari-Nya. Lantas mengapa tidak memulainya dengan bersyukur.

 

Sebenarnya sedari kita kecil, kita sudah diajarkan adab makan bukan? Tapi mengapa ketika kita sudah dewasa malah lupa untuk mengerjakannya? Jangan bilang gengsi. Masa iya sebelum makan baca Bismillah aja gengsi. Tapi pake celana robek gak pernah gengsi.

 

Jika dibiasakan membaca Bismillah, pasti akan terbiasa, memang berat, tapi kalo mau berusaha pasti dimudahkan.


Bekasi, 15 Januari 2019


 

Penulis: Abu Umar Basyier

Penerbit: Shofa Media Publika

Tahun terbit: 2011


Bukan Abu Umar Basyier kalau bukunya tidak berdasarkan kisah nyata. Kali ini beliau kembali menyuguhkan sebuah kisah tentang seorang gadis bernama Nafiah.


"Aku anak perempuan. Namaku Nafiah. Kata ayahku, asal katanya adalah naafi'ah, dengan huruf 'ain setelah fa. Nama pemberian seorang kyai di kampungku. Artinya wanita yang berguna. Ayah berharap, aku menjadi wanita yang berguna bagi siapapun di dunia ini." (Halaman 3)


Nafiah adalah seorang gadis yang dari kecil hidupnya selalu dimanja dengan harta dan apapun yang dia minta akan selalu dihadirkan oleh ayahnya, kecuali satu, kehadiran seorang ayah di sisinya.


"Memanjakan anak secara berlebihan adalah potensi besar menjerumuskan anak pada derita-derita hidup yang sulit tertanggungkan." (Halaman 12)


Walaupun hidup serba ada, Nafiah tidak pernah benar-benar bahagia. Perjalanan hidupnya selalu dibayang-bayangi oleh mendung yang gelap, tetapi dia selalu berusaha untuk mencari secercah cahaya untuk tetap bisa melanjutkan hidupnya.


Banyak pesan yang dihadirkan dalam buku ini. Tapi sangat disayangkan, terdapat beberapa kesalahan dalam kaidah penulisan, yang tentu itu sangat mengganggu para pembacanya.


Buku ini sangat cocok untuk para pemuda/i yang masih mencari jati diri, dan selalu menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna untuk dirinya sendiri. Terlebih lagi untuk mereka yang selalu merasa hari-harinya gelap layaknya awan mendung.


Jakarta, 14 Januari 2019

 


“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)


Manusia jika diberi harta pasti akan sangat merasa senang, tetapi jika waktu siang dan malamnya bergulir menggerogoti umurnya, manusia tidak merasakan kesedihan. Padahal apa gunanya harta yang semakin banyak, kalau umur justru setiap harinya akan berkurang.

 

"Tak ada sesuatu yang sangat saya sesali melebihi penyesalan terhadap hari dimana matahari terbit dan ajalku semakin dekat, tetapi amalku tidak bertambah." (Abdullah bin Mas'ud -radhiyallahu anhu-)

 

Time is money, waktu ada untuk disyukuri, bukan untuk diingkari. Pergunakan waktu dengan teliti, agar kita nantinya tidak merugi. Waktu akan terus berjalan dan takkan pernah berhenti. Kita harus bangkit dan berdiri, bukan hanya duduk dan menyaksikan mereka yang telah berdikari. Lakukan sesuatu yang berarti, untuk agama dan negeri ini, yang kelak nanti akan dikenang abadi. Seperti amal baik yang terus dijalani, dan bukan amal buruk yang malah ditekuni.


Depok, 13 Januari 2019


 


Bagaimana jika pada akhirnya Tim Nasional Indonesia tidak bisa berlaga di Piala Dunia?

 

Ahsudahlah, jangan dibayangkan, nanti jadi kenyataan. Berdoa saja agar Indonesia bisa berlaga di Piala Dunia nanti.

 

Eh tapi bagaimana jika Indonesia sudah berjuang, tapi tetap belum berhasil?

 

Bisa jadi kita hanya berusaha tanpa berdoa. Untuk mencapai kesuksesan tidaklah cukup dengan hanya berusaha, tapi iringilah dengan sebuah doa. Bayangkan semua rakyat Indonesia berdoa, Insya Allah salah satunya akan terkabul bukan?


Bekasi, 12 Januari 2019

 


Gak ada kata terlambat buat belajar. Iya, gak ada alasan buat gak belajar. Jangan malu buat belajar cuma gara-gara umur. Kebanyakan dari kita malu buat belajar karena merasa sudah tua, padahal apa salahnya belajar di masa tua? Bukannya malah bagus ya.

 

Kenapa sih harus malu? Malu karena sudah tua? Atau malu sama yang masih muda? Kalo alasannya itu sih basi, bukannya lebih malu lagi kalo kalah sama anak muda, bahkan sama anak kecil. Bukannya lebih malu lagi kalo anak muda tahu banyak hal, sedangkan yang sudah gak muda gak tahu apa-apa.

 

Terkadang kita memang terlalu egois. Suka malu jika diberi nasihat, suka malu kalo dibenerin kesalahannya, suka malu kalo kalah sama anak muda. Aneh, bukannya seharusnya bangga ya? Karena masih ada yang mau ngingetin kita.

 

Suka terbesit dalam hati, "Masa iya sih gua belajar sama dia?". Ini yang bikin kita gak maju-maju, hawa nafsu sering bikin kita tunduk dengan alasan malu.


Pelajaran memang kita bisa dapatkan dari mana saja. Tapi bukan berarti kita bisa asal belajar, banyak juga yang pinter, tapi suka nyesatin orang. Banyak juga yang pinter, tapi giliran salah dan dibenerin, malah marah. Ada juga yang pinter, eh malah sombong. Intinya sih lihat dulu siapa dia, kira-kira pantes gak kita ambil pelajarannya. Walaupun itu anak kecil, jika pantas, ya ambil ilmunya.

 

Intinya selagi ada kesempatan buat belajar, ya belajar. Jangan ditunda.


Depok, 11 Januari 2019

 


Semua bermula dari kejenuhan saat jam pelajaran, bukan jenuh karena gak merhatiin, tapi jenuh kadang ada guru yang doyannya cerita, bahkan banyakan cerita dari pada belajar. Jadi kalo lagi males dengerin ceritanya, aku suka coret-coret iseng. Awalnya cuma coret-coret, lama-kelamaan berubah jadi coretan yang sedikit bermakna, sampai berubah jadi cerita.

⠀⠀⠀⠀

Ya, di setiap pelajaran yang "isinya cuma cerita" aku jadi sering nulis cerita, ketimbang dengerin cerita. Sampai jadi satu buah naskah dengan cerita yang masih amburadul. Mulailah dibaca lagi, koreksi lagi, edit lagi, terus begitu, sampai yakin kalo naskah ini tuh sudah perfect (menurutku).

 

Akhirnya karena merasa sudah perfect, aku mencoba untuk mengirimkannya ke salah satu redaksi terkenal (kelihatan kok di fotonya). Di tengah perjalanan, gak sengaja lihat postingan tentang "Kelas Menulis Raditya Dika", dan aku pikir-pikir bagus juga buat ikutan, karena salah satu kelasnya bahas tentang "Kesalahan Penulis Pemula".

 

Mendengar kelas dari bang Raditya Dika, aku ngerasa naskah yang sudah jadi ini seperti sia-sia. Banyak banget kesalahan yang aku lakukan. Bahkan kalo mau dikoreksi lagi juga kayak nulis ulang. Tapi apa boleh buat, namanya juga pemula.

 

Sempet mikir buat mengurungkan niat untuk ngirim naskah, tapi karena anaknya suka iseng, akhirnya tetep nyoba buat kirim naskah itu.

 

Sekitar hampir satu tahun nunggu, dan jeng jet, naskah itu tertolak. Gak kaget sih kenapa bisa tertolak, wong banyak kesalahan kok. Tapi sejak saat itu aku jadi sering nulis, walau kenyataannya tulisan yang ditulis di buku gak pernah benar-benar mendarat ke pc. Ada aja kendala yang menghampiri.

 

Intinya sih aku belajar buat lebih giat lagi belajar dari kesalahan yang lalu, dan jangan terburu-buru buat mencapai sesuatu, semua itu butuh proses kan.


Bekasi, 10 Januari 2019

 


Foto ini diambil saat Asian Para Games 2018.


Alhamdulillah bisa nyempetin dateng buat dukung para atlet bertanding, ya walau cuma bisa hadir di dua cabor.

 

Sehabis dari sana, ada satu pesan tersirat dari para atlet yang bisa aku ambil, walau sebenarnya banyak sih, tapi yang satu ini paling ngena banget.

 

Jangan pernah putus asa, walau kondisi kita berbeda. Kebanyakan manusia seringkali cepat putus asa, padahal masih banyak cara yang belum dicoba. Buktinya para atlet Asian Para Games dengan keterbatasannya masih bisa tuh berusaha untuk menjadi yang terbaik, bahkan bisa mengharumkan nama bangsa. Lantas kenapa kita yang lebih ada malah lebih cepat putus asa? Aneh.

 

Kadang suka menyerah sebelum pertandingan, suka menyerah sebelum mencoba. Kalau kita gagal, bukan berarti kita harus berhenti mencoba-kan? Masih banyak hal yang bisa kita coba, selagi itu baik dan berguna.

 

"Jangan mengeluh tentang hal yang tidak kalian punya. Kalian harus bersyukur atas hal yang kalian punya. Itu cara kalian membuat kemajuan." (Witch at Court/마녀의 법정 [2017])


Jakarta, 9 Januari 2019

 


Kalau dengar kata jalan, banyak sih yang bisa diceritain, tapi entah mengapa kejadian ketika salah jalan itu lebih menarik untuk diceritain.

 

Jadi beberapa tahun lalu aku sempat ingin menghadiri satu event futsal di Plaza Barat Senayan.

 

Jujur aku sendiri gak tahu dimana itu Plaza Barat Senayan, yang aku tahu cuma Halte Gelora Bung Karno, dan di maps pun lokasinya gak jauh dari situ.

 

Langsung lah aku berangkat. Sesampainya di halte, aku kembali nanya ke salah satu pegawai Transjakarta, buat memastikan saja. Dan dia jawab dengan enaknya, "Mas naik satu kali lagi, nanti turun di Bundaran Senayan, nanti jalan ke arah Plaza Senayan". Karena sebagai warga Bekasi yang tidak tahu tempatnya, aku manggut aja dong.

 

Alhasil, jalan lah aku ke Bundaran Senayan. Dan yang parahnya lagi, dari Bundaran ke Plaza itu jauh cuy, tapi karena sudah sampai sana, masa iya kita pulang.

 

Sampai lah di Plaza, awalnya gak mau nanya, dan milih muter-muter nyari sendiri. Dalam hati agak aneh, masa iya mall jadi tempat buat event futsal. Jalan lah aku sampai bagian belakang mall, balik lagi karena gak nemu apa-apa, dan milih nanya sama bagian informasi.

 

Dengan lugunya bertanya, "Mba, event ini dimana ya?". Dan mba-mba itu menjawab, "Itumah di komplek Gelora Bung Karno mas". Aku hanya membalasnya dengan senyum-senyum nahan malu. Aku pun memilih pulang ke rumah, karena sudah terlanjur bete.

 

Dari sini aku belajar, bahwa memang benar malu bertanya sesat di jalan. Tapi ingat, kalo mau nanya sama orang yang tahu, jangan sama orang yang sok tahu. Dan yang ditanya kalo gak tahu, ya bilang, jangan malah sok tahu. Kan yang aku tanya Plaza Barat Senayan dimana, eh ini malah disuruh ke Plaza Senayan arah barat. Capek Zainudin.


Jakarta, 8 Januari 2019


Satu kutipan dari perkataan My Eomma,

"Setiap kali umi nolongin orang, pasti umi inget kamu sama emak. Iya, kalo ada ibu-ibu yang umi tolongin, pasti umi kepikiran emak. Dan kalo ada anak-anak yang umi tolongin, pasti umi kepikiran kamu. Ya, karena umi berharap, jika suatu saat kamu sama emak kenapa-kenapa, dan umi gak ada di sana, semoga Allah memberi pertolongan lewat orang lain. Karena kebaikan pasti dibalas dengan kebaikan juga."


nb: emak sebutan nenekku


Bekasi, 6 Januari 2019



"Hanya karena kamu tidak menangis, bukan berarti kamu tidak sedih. Hanya karena kamu tersenyum, bukan berarti kamu bahagia." (Radio Romance/라디오 로맨스 [2018])

Banyak alasan untuk menangis. Bisa jadi karena bahagia, karena terluka, atau karena hatinya yang sangat lembut.

Begitu pula dengan tersenyum. Ada yang tersenyum karena benar-benar bahagia, ada juga yang hanya sekadar berbasa-basi, dan ada juga yang sebenarnya hanya ingin menutupi kesedihannya.

Kita tidak benar-benar tahu apa yang ada dalam hati seseorang, apa yang dia rasakan, kita hanya hobi menerka-nerka isi hati seseorang.

Manusia butuh tempat untuk bertukar cerita, bukan hanya sekadar harta. Karena harta tidak bisa bicara, dan manusia butuh teman bicara. Bukan hanya untuk mencari solusi, bisa jadi hanya ingin mengeluarkan keresahan dalam hati.

Jadi apa salahnya untuk memahami seseorang? Teringat satu pesan dari guruku, "Jika ingin dipahami, cobalah untuk memahami"

Bogor, 5 Januari 2019


Awal tahun ini perfilman Indonesia membuatku harus kembali mengisi saldo m-tix. Di hari pertama film itu ditayangkan, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menyaksikan film tersebut.


Film yang disutradarai Yandy Laurens, dan diproduseri Anggia Kharisma dan Ginantri S Noer berhasil membuat mata ini mengeluarkan keringat. Walau begitu, kadang keringat dari mata ini hilang karena adegan-adegan yang membuat perut ini sering terkocok.


Banyak kejutan-kejutan yang muncul di film ini, salah satunya adalah akting dari Ara yang diperankan oleh Widuri, memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Menurutku akting Widuri sangat mirip dengan bapaknya. Lucunya yang murni, membuatnya dengan mudah memecahkan suasana sedih, persis seperti bapaknya saat memerankan peran di salah satu sitkom, itu si mas Adi, pada tahu kan.


Selain Ara, ada juga Euis yang menurutku Adhisty Zara juga berhasil memerankannya dengan sangat baik. Sampai-sampai aku tidak bisa nangis karena takut kalo aku nangis teh Euis ikut nangis juga.


Dan yang terakhir sudah pasti tidak bisa dipungkiri lagi aktingnya. Abah (Agus Ringgo) dan emak (Nirina Zubir). Untuk abah dan emak, sudah tidak bisa dikomentari lagi, karena memang aktingnya sudah sangat bagus.


Tidak lupa juga dengan bang Romli (Abdurtahman Arif), Ceu Salmah (Asri Welas) dan yang lainnya, yang ikut andil dalam pembuatan film ini, kalian luar biasa, kalian berhasil.


Intinya film ini sangat aku rekomendasikan untuk kalian yang males liburan, tapi butuh hiburan.


Bukan hanya sekadar membahas permasalahan keluarga saja, tapi bisa menjadi pengingat buat kita akan arti keluarga. Mengingatkan kita tentang peran seorang ayah yang bekerja keras mencari nafkah, seorang ibu yang dengan sabar mengurus anak-anak serta harus bisa membantu sang ayah dalam mencari nafkah, dan anak-anaknya yang harus bisa menerima kenyataan, manis ataupun pahit.


"Harta yang paling berharga adalah keluarga."


Oh iya ketinggalan, selamat buat bule Thalia Ivanka. Jadi cameo dulu yak, besok-besok baru jadi pemeran utama.


Bekasi, 4 Januari 2019

 

 


Di dunia ini tidak ada manusia yang kekal. Jika ada yang mengaku kekal, sungguh itu semua hanya dongeng belaka. Kematian adalah hal yang pasti, dan manusia tidak bisa berpaling darinya.

 

Di dalam Al Qur'an, Allah berfirman, "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." [Ali Imran:185]

 

Perihal umur tidak ada yang tahu, kecuali Dia sang Maha Kuasa. Ajal akan selalu datang, tidak mengenal dia yang baru lahir atau dia yang sudah lama hadir.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun. Dan sangat sedikit di antara mereka yang melewati itu.” [HR Ibnu Majah dan Tirmidzi]

 

Tugas kita hanya beribadah kepada-Nya, dan berbuat baik kepada ciptaan-Nya. Terus berusaha, walau pernah berbuat salah. Terus memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Dan jangan pernah putus asa.

 

"Aku akan berusaha sampai akhir. Masa depan tidak ada yang tahu. Kecuali fakta kita semua akan mati." (Investigation Couple/검법남녀 [2018])


Jakarta, 3 Januari 2019



"Aku ingin menjadi pemain sepak bola". Ya, kiranya seperti itu jawaban dari kebanyakan anak laki-laki mengenai cita-citanya, dan aku adalah salah satunya.

Waktu itu banyak yang bertanya, "Kenapa punya banyak baju sepak bola? Sedang kamu tidak suka main sepak bola". Aku hanya mendengar, tanpa menjawab.

Memang prasangka sangat berbeda dari sebuah realita. Mereka hanya bilang aku tidak suka, tanpa bertanya mengapa tidak suka.

Aku bukan tidak suka, aku hanya tidak bisa. Dan bukan tidak mau belajar, tapi memang susah untuk belajar. Dan bukan menyerah, tapi aku tahu diri.

Ya tapi kembali, bukannya tidak mungkin. Semua tergantung usahaku. "Man jadda wa jada", seiring waktu, aku pun akhirnya bisa, walau tidak terlalu mahir.

Tapi namanya manusia, selalu ingin melewati batasnya. Padahal dokter melarang, mau bagaimana lagi, namanya juga hobi.

Setidaknya lawan mainku hanya bisa melihat sepatu yang aku kenakan. Tanpa mengetahui kondisi kakiku yang sebenarnya.

Ketika bermain, hanya satu yang aku ingat. Satu kalimat dari sahabatnya Andy dan Bonnie, "Menuju tak terbatas, dan melampauinya"


Bekasi, 2 Januari 2019

 



tidak ada yang spesial hari ini,

hanya ada kalender yang bertuliskan bulan januari.

tapi barangkali hari ini bisa dijadikan alasan,

untuk memulai hari dengan kebaikan.

seperti saling memaafkan.

 

kadang kita memang egois,

bahkan bukan kadang.

selalu membela diri,

padahal itu hanya cara untuk melarikan diri.

selalu marah, padahal salah.

 

mungkin hari ini kita bisa kembali.

tapi bukan berarti hati ini sudah bersih,

hanya saja ingin memulai kembali.

menjadi manusia yang lebih tahu diri.

 

kita tidak dapat kembali ke keadaan semula,

tapi setidaknya kita bisa berubah.

semua manusia pernah salah,

tapi tidak semua manusia pernah mengaku bersalah.

 

tapi pada akhirnya,

mungkin kita akan melakukan kesalahan lagi,

karena tidak ada yang kebal dari dosa,

tugas kita hanya mencegah,

agar kita tidak kembali berulah.


Bekas, 1 Januari 2019